Sejarah Eyang Suro
SEJARAH KI NGABEHI SOERODIWIRDJO (Pencipta Aliran Setia Hati)

Pada tahun 1883 beliau lulus sekolah rakyat 5 tahun, selanjutnya ikut saudara ayahnya Ki Ngabehi Soeromiprojo yang menjabat sebagai Wedono Wonokromo kemudian pindah sebagai Wedono Sedayu-Lawas Surabaya. Saat berumur 15 tahun beliau magang menjadi juru tulis Op Het Kantoor Van De Controleur Van Jombang, disana sambil belajar mengaji beliau juga belajar pencak silat yang merupakan dasar dari kegemaranya untuk memperdalam pencak silat di kemudian hari.
Pada tahun 1885 beliau magang di kantor Kontroleur Bandung, dari sini beliau belajar pencak silat kepada pendekar2 periangan/pasundan sehingga didapatlah jurus2 seperti: Cimande, Cikalong, Cipetir, Cibaduyut, Cilamaya, Ciampas, Sumedangan.
Pada usia 17 tahun (1886) beliau pindah ke Batavia/ Jakarta, dan memanfaatkan untuk memperdalam pencak silat hingga menguasai jurus2: Betawen, Kwitang, Monyetan, Permainan toya (stok spel).
Pada 1887 beliau ikut kontrolir belanda ke Bengkulu, disana beliau belajar gerakan2 mirip jurus2 dari Jawa barat. Pertengahan tahunnya ikut kontroler belanda ke Padang, dan bekerja tetap pada bidang yang sama. Didaerah Padang hulu dan hilir beliau mempelajari gerakan2 yang berbeda dari pencak Jawa. Selanjutnya beliau berguru kepada Datuk Raja Betuah seorang pendekar dan guru kebatinan dari kampung Alai, Pauh, kota Padang. Pendekar ini adalah guru yang pertama kali di Sumatera Barat. Datuk Raja Betuah mempunyai kakak bernama Datuk Panghulu dan adiknya bernama Datuk Batua yang ketiganya merupakan pendekar termasyur dan dihormati masyarakat.
Pada usia 28 tahun beliau jatuh cinta kepada seorang gadis padang, puteri seorang guru ilmu kebatinan yang berdasar islam (tasawuf). Untuk mempersunting gadis ini beliau harus memenuhi bebana, dengan menjawab pertanyaan dari sang gadis pujaan yang berbunyi "SIAPAKAH MASDAN INI" dan "SIAPAKAH SAYA INI". Karena tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan pikiranya sendiri maka beliau berguru kepada seorang ahli kebatinan bernama Nyoman Ida Gempol yaitu seorang punggawa besar kerajaan bali yang dibuang belanda ke padang. Ia dikenal dengan nama Raja Kenanga Mangga Tengah (bandingkan dengan nama desa Winongo-Madiun-Tengah-Madya). Dari sini Ki Ngabehi mendapat falsafah TAT TWAM ASI(ia adalah aku).
Kemudian pada tahun yang sama beliau belajar pencak silat selama 10 tahun kepada pendekar Datuk Raja Batuah dan mendapat tambahan jurus2 dr daerah padang, antara lain: Bungus (uit de haven van teluk bayur), Fort de Kock, Alang-lawas, Lintau, Alang, Simpai, Sterlak. Sebagai tanda lulus beliau mempersembahkan pisungsun berupa pakaian hitam komplit.
Selanjutnya ilmu yang diperoleh dari Nyoman Ida Gempol disatukan dengan pencak silat serta ilmu kebatinan yang diperoleh dari Datuk Raja Batuah sehingga menjadi aliran pencak silat baru yang nantinya oleh Ki Ngabehi Soerodiwirjo dinamakan SETIA HATI.
Akhirnya bebana yang diminta gadis pujaan beliau dapat dijawab dengan ilmu dr setia hati diatas dan gadis itu menjadi istri beliau, tetapi dari perkawinan ini belum mempunyai keturunan.
Pada usia 29 tahun beliau bersama istrinya pergi ke Aceh dan bertemu adiknya yang bernama Soeradi yang menjabat sebagai kontrolir DKA di LhoukSeumawe, didaerah ini beliau mendapat jurus kucingan dan permainan binja. Pada tahun tersebut guru besar beliau Raja Kenanga Mangga Tengah diizinkan pulang ke bali. Ilmu beliau dapat dinikmati saudara2 SH dengan motto "GERAK LAHIR LULUH DENGAN GERAK BATIN" "GERAK BATIN TERCERMIN OLEH GERAK LAHIR".
Tahun 1900 Ki Ngabehi kembali ke betawi bersama istrinya dan beliau bekerja sebagai masinis stoom wals. Kemudian beliau bercerai, dimana ibu Soerodoworjo pulang ke padang dan beliau ke bandung.
Tahun 1903 KiNgabehi kembali ke Surabaya dan menjabat sebagai polisi dienar hingga mencapai pangkat sersan mayor. Di Surabaya beliau terkenal dengan keberanianya menumpas kejahatan, kemudian beliau pindah ke ujung dimana sering terjadi keributan antara beliau dengan pelaut2 asing.
Pada tahun ini beliau mendirikan persaudaraan SEDULUR TUNGGAL KECER-LANGEN MARDI HARDJO (Djojo Gendilo) pd Jum'at legi 10 Suro 1323 H.
Pada tahun 1905 untuk kedua kalinya beliau melangsungkan pernikahan yaitu dengan ibu Sarijati yang saat itu berusia 17 tahun, dari pernikahan ini mendapatkan 3 orang putra dan 2 orang putri dimana semuanya meninggal sewaktu masih kecil.
Beliau berhenti dari polisi Dienar (1912) bersamaan dengan meluapnya rasa kebangsaan Indonesia yang dimulai sejak tahun 1908. Beliau kemudian pergi ke Tegal ikut seorang paman dari almarhum saudara Apu Suryawinata yang menjabat sebagai Opzichter Irrigatie.
Tahun 1914 beliau kembali ke Surabaya dan bekerja pd DKA Surabaya, selanjutnya pindah ke Madiun di Magazijn DKA dan menetap di desa Winongo, Madiun.
Persaudaraan DJOJOGENDILO CIPTO MULJO diganti nama menjadi Persaudaraan "Setia Hati" Madiun pada tahun 1917. Tahun 1933 beliau pensiun dari jabatanya dan menetap di desa Winongo, Madiun.
Tahun 1944 beliau jatuh sakit dan akhirnya wafat pada hari jum'at legi 10 Nov 1944 jam 14.00 (bulan Selo tanggal 24 tahun 1364 H) di rumah kediaman beliau di Winongo, dan di makamkan di pasarean Winongo degnan Kijing batu nisan granik dan dikelilingi bunga melati.
Pesan beliau sebelum wafat :
- Jika saya sudah berpulang keRahmatullah supaya saudara2 SH tetap bersatu hati, tetap rukun lahir batin;
- Jika saya meninggal dunia harap saudara2 SH memberi maaf kepada saya dengan tulus ikhlas;
- Saya titip ibunda Nyi Soerodiwirjo selama masih hidup di dunia fana ini;
- Al-Qur'an Surat Yasin ayat 1 & 58.A
Jumat, 06 Desember 2013
visi dan misi
Visi : dengan pencak silat, kita menjadi manusia yang sehat
jasmani dan rohani serta menjadi pribadi yang kuat.
Misi : sebagai sarana silahturahmi, olahraga dan persiapan kader-kader atlit untuk kejuaraan antar cabang, nasional maupun antar negara.
Misi : sebagai sarana silahturahmi, olahraga dan persiapan kader-kader atlit untuk kejuaraan antar cabang, nasional maupun antar negara.
Jumat, 15 November 2013
PRSH
Mungkin masih terasa asing ditelinga kita ya? Karena selama ini yang dikenal masyarakat yang termasuk dalam keberagaman aliran setia hati antara lain SH Panti, Persaudaraan Setia Hati Terate, SH Tunas Muda Winongo dan Persaudaraan Setia Hati. Pada kesempatan ini saya tidak mengulas tentang keberagaman aliran SH yang saya sebutkan di awal karena sudah banyak Kadang SH yang memberikan penjelasan tersebut. Saat ini saya hanya ingin memberikan informasi mengenai adanya organisasi SH lainnya yang baru didirikan. Dengan demikian, munculnya organisasi SH yang baru semakin menambah khazanah aliran SH yang sudah ada sebelumnya. Tepatnya di Hari Minggu, tanggal 23 Juni 2013 lalu di Kota Surakarta telah berdiri Organisasi Pencak Silat “Persaudaraan Rumpun Setia Hati” (PRSH-red). Pendirian ini ditandai dengan pelaksanaan Kongres I Persaudaraan Rumpun Setia Hati, yang dihadiri oleh anggota PRSH dari berbagai daerah, kadang-kadang sepuh SH, Ketua IPSI Kota Surakarta beserta jajarannya yang mewakili IPSI Pusat, dan tamu undangan dari anggota SH dari organisasi lainnya. Berikut sekilas mengenai profil Persaudaraan Rumpun Setia Hati.
Persaudaraan Rumpun Setia Hati (PRSH) di deklarasikan di Surakarta, tanggal 23 Juni 2013. PRSH dideklarasikan oleh kadang SH dari beragam latar belakang, yang mempunyai cita-cita sama untuk melestarikan dan mengenalkan ajaran SH Pemuda Sport Club (PSC) yang didirikan oleh Ki Harjo Utomo dan dilanjutkan oleh Bp.Hasan Djojoadisuwarno (Eyang Hasan) selaku salah satu murid langsung beliau. Adapun sesepuh dari PRSH antara lain Bp.Drs. Mochammad Ngemron, MS,Psi., Bp. Budi Sudarno, Bp. Kresno Budaya, Bp. Drs. Sobarudin, Bp.Sumarsono. Dewan sepuh tersebut diketuai oleh Bp. Drs. Mochammad Ngemron, MS,Psi.
Menurut salah satu
sesepuh PRSH, Drs. Mochammad Ngemron, MS,Psi., disampaikan jika ajaran
dari PRSH mengacu kepada ajaran Setia Hati yang disampaikan oleh Bp.
Hasan Djojoadisuwarno, yang merupakan perpaduan dari ajaran Eyang Harjo
Utomo dan Eyang Munandar. Menurut beliau Eyang Hasan menekuni ilmu SH
dari kedua tokoh SH saat itu, dimana keduanya merupakan murid langsung
dari Ki Ngabehi Surodiwiryo selaku pencipta Ilmu Setia Hati. Dari Eyang
Harjo Utomo, beliau mempelajari pencak silat dan ke organisasian SH.
Sedangkan untuk pendalaman spiritual, mendapatkan bimbingan dari Eyang
Munandar (Pendiri Persaudaraan Setia Hati/PSH).
Pengurus Besar (PB)
dari PRSH berpusat dan berkedudukan di Kota Surakarta, Ketua PB PRSH
saat ini diamanahkan kepada Bp. Sumina Danunagara, S.IP., MH. Beliau
belajar pencak aliran SH, di Kota Yogyakarta dan dikecer pada tahun
1981. Selanjutnya beliau mendapatkan bimbingan langsung dari Bp. Drs.
Mochammad Ngemron, MS,Psi., untuk pendalaman spiritual dan keilmuan SH.
Saat ini PRSH sudah tercatat di Akta Notaris, tertanggal 16 Juli 2013
dan sudah memiliki 23 cabang yang terus tumbuh dan tersebar di seluruh
Indonesia serta perwakilan di luar negeri yaitu Singapore, dan Belanda.
Makna Lambang PRSH
![]() |
Lambang Persaudaraan Rumpun Setia Hati |
*Kotak Segi Empat : menunjukkan arah, yang terdiri dari 4 arah yang selalu menyertai manusia (Kiblat Papat)
*SH Saling berkaitan : Melambangkan Badan wadag dan Ruh yang berbeda wujudnya akan tetapi saling melengkapi saling mengisi.(Ulet-Uletan).
*Lambang Hati : Melambangkan Hati Manusia.
*Titik Tengah Hati : MelambangkanTeleng (Mata Hati),Pancer
*Sinar 12 : Melambangkan 7 Hari dan 5 Pasaran Hari.
*Sinar Hitam&Putih : Melambangkan setiap manusia selalu memiliki dua sifat baik dan buruk.
Inilah profil singkat
dari PRSH, dengan didirikannya PRSH semakin menambah keragaman aliran
Setia Hati yang ada dan diharapkan ajaran-ajaran keilmuan Setia Hati
yang adiluhung, yang diciptakan Eyang Surodiwiryo senantiasa semakin
dikenal masyarakat Indonesia. Selamat atas pendirian PRSH, mari
berkarya bersama dengan Organisasi SH yang lainnya untuk menciptakan
insan-insan manusia yang mempunyai budi pekerti yang luhur, insan-insan
yang selalu setia pada hati sanubarinya guna menuju manusia paripurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar